Rabu, 16 Oktober 2013

Perkembangan Blantek Tidak Menggembirakan



Blantek adalah teater tradisional Betawi, sundung tempat rumput dijadikan pagar pemisah penonton dan pemain. Dalam permainannya, diiringi dengan tabuhan blentang blantek. Berawal dari itulah lahir istilah Blantek. Demikian Bang Nasir Mupid, Jl. Ciledug Raya RT. 002 RW. 03, Ulujami, Pesanggrahan, Jaksel, Telp. 02141795339 menjelaskan. “Perkembangan Blantek tidak menggembirakan, sejak tahun 1950-an aktivitas blantek vakum. Tahun 1976 Pemda DKI Jakarta mulai menggali kembali blantek. Tahun 1979 diadakan lokakarya dan festival blantek. Kegiatan festival blantek dilaksanakan kembali tahun 1994 dan 1997.” Jelasnya. Festival dimaksudkan untuk regenerasi, dorongan moril, motivasi berkreasi, dan perluasan persebaran blantek. Seperti Blantek Fajar Ibnu Sena yang beralamat di Jl. Ciledug Raya RT. 002 RW. 03 Ulujami, Pesanggrahan, Jaksel, berdiri tahun 1980-an dan sempat vakum, kemudian mulai bangkit kembai pada tahun 2003. Walaupun penuh dengan keprihatinan Bang Nasir Mupid terus membina, mengembangkan dan melestarikan Blantek kepada generasi muda diwilayahnya. Dengan terus menyelenggarakan pelatihan Blantek setiap minggu secara rutin. “Dalam perkembangannya, kini Blantek pada pementasannya tetap menggunakan sundung sebagai pembatas pengiring dengan pemain, obor sebagai simbol keluar dan masuknya pemain dan musik pengiringnya menggunakan musik rebana. Didalam pementasan Blantek berisikan pesan pendidikan, dakwah, promosi, penerangan dan hiburan.” Ungkapnya. Dengan demikian, seluruh masyarakat bertanggung jawab dalam pelestarian Blantek demi menuju masyarakat yang menjunjung budaya tradisional menjadi bagian dari budaya nasional. “Dengan cara memperbanyak pembinaan, pengembangan dan pelestarian budaya tradisional dan membawanya kepentas internasional.” harapnya. (ziz) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar