Blantek adalah teater
tradisional Betawi, sundung tempat
rumput dijadikan pagar pemisah penonton dan pemain. Dalam permainannya,
diiringi dengan tabuhan blentang
blantek. Berawal dari itulah lahir istilah Blantek. Demikian Bang Nasir Mupid,
Jl. Ciledug Raya RT. 002 RW. 03, Ulujami, Pesanggrahan, Jaksel, Telp.
02141795339 menjelaskan. “Perkembangan Blantek
tidak menggembirakan, sejak tahun 1950-an aktivitas blantek
vakum. Tahun 1976 Pemda DKI Jakarta mulai menggali kembali blantek. Tahun 1979
diadakan lokakarya dan festival blantek. Kegiatan festival blantek dilaksanakan
kembali tahun 1994 dan 1997.” Jelasnya. Festival dimaksudkan untuk regenerasi,
dorongan moril, motivasi berkreasi, dan perluasan persebaran blantek. Seperti Blantek Fajar Ibnu Sena yang beralamat di Jl. Ciledug Raya RT. 002 RW.
03 Ulujami, Pesanggrahan, Jaksel, berdiri tahun 1980-an dan sempat vakum,
kemudian mulai bangkit kembai pada tahun 2003. Walaupun penuh dengan
keprihatinan Bang Nasir Mupid terus membina, mengembangkan dan melestarikan
Blantek kepada generasi muda diwilayahnya. Dengan terus menyelenggarakan
pelatihan Blantek setiap minggu secara rutin. “Dalam perkembangannya, kini
Blantek pada pementasannya tetap menggunakan sundung sebagai pembatas pengiring
dengan pemain, obor sebagai simbol keluar dan masuknya pemain dan musik
pengiringnya menggunakan musik rebana. Didalam pementasan Blantek berisikan
pesan pendidikan, dakwah, promosi, penerangan dan hiburan.” Ungkapnya. Dengan
demikian, seluruh masyarakat bertanggung jawab dalam pelestarian Blantek demi
menuju masyarakat yang menjunjung budaya tradisional menjadi bagian dari budaya
nasional. “Dengan cara memperbanyak pembinaan, pengembangan dan pelestarian
budaya tradisional dan membawanya kepentas internasional.” harapnya. (ziz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar