Kamis, 17 Oktober 2013

Tinjauan Sosiologi Seni Budaya Topeng Blantek


Seni budaya tradisional merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Sama halnya dengan seni budaya Topeng Blantek yang menjadi bagian dari masyarakat Betawi dahulu. Masyarakat Betawi yang cinta terhadap seni budayanya, akan peduli pada kesenian tradisionalnya. Setiap seni budaya memiliki sejarah, asal usul terbentuknya budaya tersebut. Sejarah itu juga ada pada asal lahirnya seni budaya Topeng Blantek. Seni budaya Topeng Blantek yang tercipta dari masyarakat Betawi terdahulu dan terkandung nilai-nilai didalamnya yang bersifat universal. Seni budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Seni budaya termasuk kedalam golongan kebudayaan bersifat nilai estetika dan etika. Kesenian dapat berkembang dan juga dapat menurun bergantung pada masyarakat. Perubahan zaman yang seharusnya dapat membuat kesenian ini berkembang, akan tetapi tergerus dan sirna oleh kondisi masyarakat saat ini. Terutama pada kondisi pada masyarakat Betawi. Seni budaya Topeng Blantek adalah salah satu kesenian yang mengalami kemerosotan. Namun, sebagian masyarakat yang tergabung dalam seniman dan para tokoh sangat peduli terhadap seni budaya Topeng Blantek. Oleh karena itu, keeksistensian seni budaya Topeng Blantek tetap ada melalui pertunjukan atau pementasan yang ditampilkan dari para seniman, walaupun hal itu jumlahnya sangat sedikit. Seni budaya Topeng Blantek memiliki asal-usul sejarah dalam masyarakat Betawi. Pada saat awal dibentuknya seni budaya Topeng Blantek ini merupakan hiburan yang diminati masyarakat pada saat itu. Walaupun, pada sekarang ini seni budaya Topeng Blantek mengalami kemunduran. Kebertahanan Topeng Blantek di Jakarta salah satunya dipengaruhi oleh adanya sanggar seni budaya Betawi yang berlandaskan pada kesenian tradisional Topeng Blantek. Peran sanggar juga sangat terkait dengan pemiliknya yang merupakan seniman Betawi. Seniman Betawi merupakan pelopor penggerak pelestarian terhadap seni budaya. Akan tetapi, hal tersebut perlu dibantu dan didukung oleh faktor lain. Seni budaya Topeng Blantek merupakan produk masyarakat Betawi dan sekaligus menjadi media sosial Betawi. Seni budaya Topeng Blantek sebagai media sosial masyarakat Betawi dirasakan meIalui sebuah pertunjukan.

Apresiasi Seni Budaya Topeng Blantek


Topeng Blantek merupakan teater rakyat Betawi yang kini hampir tidak dikenal masyarakat luas. Hanya sebagian masyarakat Betawi yang mengetahui teater rakyat Topeng Blantek. Banyak pula artikel dan pendapat-pendapat yang berbeda tentang Topeng Blantek, bahkan berbeda pendapat tentang definisi dan sejarah singkat Topeng Blantek. Asal-usul nama kesenian ini berasal dari dua kata, yaitu Topeng dan Blantek. Istilah Topeng berasal dari bahasa Cina di zaman Dinasti Ming. Topeng asal kata dari To dan Peng. To artinya sandi dan Peng artinya wara. Maka Topeng itu bila dijabarkan berarti sandiwara. Sedangkan untuk kata Blantek ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari bunyi-bunyian musik yang mengiringinya. Yaitu satu rebana biang, dua rebana anak dan satu kecrek yang menghasilkan bunyi, ‘blang-blang tek-tek’. Namun, karena lidah lokal ingin enaknya saja dalam penyebutan, maka muncullah istilah Blantek. Pendapat lainnya mengatakan, asal nama Blantek berasal dari bahasa Inggris, yaitu blindtext yang berarti buta naskah.

Marhasan, tokoh pelestari Topeng Blantek Pangker Group Semanan, Jakarta Barat mengatakan bahwa permainan Blantek dahulu kala tidak memakai naskah dan sutradara hanya memberikan gagasan-gagasan garis besar dari cerita yang akan dimainkan” (http://www.beritajakarta.com, 2008.2-2-2012).

Menurut Achmad Syarozi seorang putra Betawi bahwa pada mulanya Topeng Blantek berasal dari budaya tradisi Betawi Topeng dan Blantek. Topeng merupakan teater rakyat Betawi yang menggunakan Tari Topeng atau tari Kedok Topeng yang di dalamnya terdapat lawakan dari para penari Topeng dan pemain Topeng Betawi. Bercerita tentang kritik sosial dengan lawakan Betawi. Disebut Topeng karena pada mulanya Topeng diperagakan oleh penari Topeng Betawi yang menggunakan Topeng. Pada saat itu penari Topeng Betawi sering kali melanjutkan aksinya setelah menari Topeng, sang penari membanyol dan berdialog dengan Panjak untuk menghibur penonton yang akhirnya menjadi sebuah pertunjukan drama Topeng Betawi. Sedangkan Blantek berasal dari anak pengembala yang memainkan musik dari suara perabotan rumah tangga yang dipukul, seperti panci dan perabotan lainnya, kemudian seiring berkembangnya zaman menggunakan alat musik rebana, gamelan, dan alat musik Betawi lainnya sambil melawak kepada penonton dan Panjak. Percampuran dan urbanisasi dari satu daerah ke daerah Iainnya, maka lahirlah Topeng Blantek, yaitu perpaduan antara Topeng Betawi dan Blantek” (1-3-2012).

Namun menurut Nasir Mupid seniman Topeng Blantek Fajar Ibnu Sena Pesanggrahan, Jakarta Selatan bahwa Topeng Blantek merupakan induk dari teater rakyat Betawi, karena Topeng Blantek memiliki apresiasi seni yang terdapat di teater rakyat Betawi lainnya. Misalnya seni tari, seni musik, dan drama. Asal mula Topeng Blantek menjadi sebuah pertunjukan berawal dari para pedagang di jajaran wilayah Jakarta di mana terdapat suku Betawi. Para pedagang tersebut yang memperjualkan dagangannya melalui celoteh-celoteh (kata-kata). 

Dan tutur kata yang diucapkannya itu, kemudian menjadi sebuah pertunjukan. Pedagang-pedagang tersebut kebanyakan berasal dan kalangan ahli agama Islam yang akhirnya mempergunakan Topeng Blantek sebagai penyebaran agama Islam dan dakwah-dakwah kepada masyarakat” (2-2-20 12).

“Pada tahun 1972 Topeng Blantek mulai berkembang melalui Festival Topeng Blantek di Jakarta yang diadakan oleh Pemda DKI Jakarta, kemudian Festival Topeng Blantek diadakan kembali pada tahun 1993. Festival dimaksudkan untuk meregenerasi, memberi dorongan moriil, memotivasi untuk berkreasi, dan memperluas penyebaran Topeng Blantek. Tokoh yang mengembangkan Topeng Blantek yaitu almarhum Ras Barkah”, Ungkap Nasir Mupid (10-2-20 12).

“Topeng Blantek kurang mendapat perhatian dari Pemprov DKI Jakarta, sehingga mengakibatkan masyarakatnya kurang mengenal Topeng Blantek. Hanya Lenong yang sering kali ditonton oleh masyarakat Jakarta, sehingga pertunjukan-pertunjukan teater rakyat Betawi lainnya tetap dikenal dan disebut Lenong oleh masyarakat” (10-2-20 12).

Rabu, 16 Oktober 2013

Pelestarian Budaya Betawi Terus Digalakkan



Sangat mungkin apa keprihatinan terhadap nasib seni budaya Betawi, sedikit demi sedikit akan mulai pupus. Karena sekecil apapun Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan DKI Jakarta terus menggalakkan pembinaan, pelestarian dan pengembangan seni budaya Betawi. Hal tersebut coba terus diangkat karena seni budaya Betawi mempunyai ciri khas tersendiri dan sudah menjadi tanggung jawab bersama untuk terus diwujudkan. Karena apa? Karena seni budaya Betawi adalah termasuk salah satu asset seni budaya nasional yang wajib dilestarikan dan dikembangkan, tentunya lebih dikemas dengan baik dan menarik. Karena terlihat sekarang semakin begitu derasnya arus gelombang seni budaya global yang masuk membius dan merasuki ke sumsum masyarakat Jakarta, terutama kepada generasi muda Jakarta. Oleh karena itu, harus adanya konsentrasi yang konsisten dan serius terhadap hal ini, sehingga dapat menjadikan seni budaya Betawi sejajar dengan seni budaya global serta tidak tergerus oleh zaman yang semakin bersifat “instan”. (ziz)

Setu Babakan Asset Budaya Bangsa



Setu Babakan merupakan warisan seni budaya masyarakat Betawi, maka sudah sepantas dan sewajarnyalah menjadi salah satu fokus utama pembangunan yang teragendakan oleh Pemprov DKI Jakarta. Jadikanlah Setu Babakan sebagai bukti konkrit kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang “berpihak”, maka pemerintah (dalam hal ini Gubernur Prov DKI Jakarta) untuk bertanggung jawab dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya masyarakat Betawi, melalui kebijakan-kebijakan yang “berpihak” dan hasilnya betul-betul langsung dapat dirasakan masyarakat. Setu Babakan merupakan asset budaya masyarakat Betawi yang patut dibanggakan, bukan sekedar sebagai tempat mancing, plesiran dan hamparan air. Sangatlah wajar, bila Setu Babakan menjadi skala prioritas kebijakan pembangunan Gubernur Prov DKI Jakarta untuk menjadikan Setu Babakan sebagai wilayah budaya masyarakat Betawi dan betul-betul Setu Babakan sebagai pusat budaya masyarakat Jakarta yang tetap lestari dan terus berkembang. (ziz)

Improvisasi Modal Dasar Panjak Topeng Blantek



Alunan dzikir dan tetabuhan rebana menggema serta tiga buah sundung sebagai pembatas dan obor pengontrol alur, pertanda topeng blantek siap disuguhkan kepada para penikmat pada suatu acara dipinggir setubabakan. Tanpa basa-basi muncul Si Jantuk pembuka lakon dengan vokal yang lantang dan jelas diiringi tetabuhan rebana, sangat enerjik menceritakan kisah yang akan dimainkan dengan lakon berjudul “Juragan Baud”. Kesan yang tertangkap di dalam pertunjukan tersebut adalah kekuatan “panjak” yang sarat pengalaman dalam melakonkan peran teater tradisional Betawi “topeng blantek”. Dimana kekuatan improvisasi terasa sangat kental dan menjadi modal dasar yang dimiliki setiap “panjak” dalam penokohan sebuah cerita lakon topeng blantek. Melangkah dari sebuah cerita lakon sederhana yang dikemas secara apik dan menarik. Konflik dibangun pada alur dan plot cerita lakon benar-benar menggugah selera para penikmat untuk turut serta dalam pertunjukan yang sedang berlangsung. Demikianlah cirri khas pertunjukan teater tradisional Betawi topeng blantek, sehingga pesan dan kesan berjalan menembus ruang dan waktu, sehingga begitu menyatu dan akrab antara panjak dan penikmat. (ziz)

Seniman Topeng Blantek Tetap Eksis



Tidak ada tanda-tanda lelah pada diri para seniman topeng blantek dalam memperjuangkan eksistensi seni budaya topeng blantek. Seseorang yang sangat berjasa dalam memperjuangkan topeng blantek di Jakarta adalah alm Ras Barkah. Berawal pada kisaran tahun 1980-an sedang giat-giatnya para seniman berkesenian di Pusat Pengembangan Kesenian di daerah Kuningan Jakarta Selatan. Sejak itulah para seniman, mulai menggemari dan terus menekuni seni budaya topeng blantek yang merupakan salah satu jenis teater tradisional betawi. Namun, di awal tahun 2000-an seni budaya topeng blantek mulai mengalami masa-masa sekarat. Oleh karena itu diharapkan perhatian dan dukungan pihak pemerintah, swasta, dunia usaha dan masyarakat untuk sama-sama bertanggung jawab dalam pelestarian dan pengembangan seni budaya topeng blantek. Sebab, bila keadaan ini dibiarkan terus, tidak mustahil dalam beberapa tahun ke depan seni budaya topeng blantek akan tinggal kenangan. Kekurangan dalam pelestarian dan pengembangan seni budaya topeng blantek dikarenakan sarana dan prasarana yang ada kurang memadai. Bahkan, walau kini telah banyak gedung dan tempat pertunjukan kesenian dibangun bertebaran di Jakarta, topeng blantek jarang muncul untuk diberikan kesempatan mempertunjukan kreasinya. Dengan demikian, saat ini kondisi kehidupan seniman topeng blantek sangat memprihatinkan dan mengenaskan serta membingungkan. Mereka tidak punya pekerjaan lain selain mengurusi grup dan sanggar, karena itu dari mana mereka dapat membiayai keluarganya. Memang sangat ironis, bila di daerah kelahirannya sendiri seni budaya topeng blantek harus rela mengalah dengan semakin maraknya seni budaya pop yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Jakarta. (ziz)